Jakarta – Pada bulan Oktober 2023 yang lalu saya menjadi narasumber pembedah buku pada acara yang diselenggarakan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), bersama dengan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. Buku yang kami bahas berjudul “Membangun Bangsa Cerdas”, berisi kumpulan 37 artikel yang ditulis oleh anggota AIPI dari 5 (lima) Komisi yaitu: Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar, Komisi Ilmu Kedokteran, Komisi Ilmu Rekayasa, Komisi Ilmu Sosial dan Komisi Kebudayaan.
Kita ketahui bahwa AIPI adalah suatu lembaga mandiri yang menghimpun para ilmuwan terkemuka Indonesia. Walaupun pendiriannya baru diundang-undangkan pada tahun 1990, pentingnya keberadaan suatu “Akademi Ilmu Pengetahuan” nasional sudah dirasakan sejak awal kemerdekaan Indonesia. Akademi Ilmu Pengetahuan merupakan perangkat peradaban bangsa. Dari tahun 1928, misalnya, telah ada “Natuurwetenschappelijke Raad voor Nederlandsch-Indie (Science Council of Netherlands-Indies)” yang berfungsi sebagai akademi ilmu pengetahuan Hindia-Belanda; anggotanya juga anggota akademi ilmu pengetahuan Belanda (“Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen; KNAW”) yang didirikan tahun 1808. Pada tahun 1956 Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) didirikan sebagai cikal bakal AIPI, dengan tugas membimbing perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, dan memberi pertimbangan kepada pemerintah dalam hal kebijakan ilmu pengetahuan.
Saya mengawali pembahasan dengan memberi apresiasi bahwa AIPI kembali menerbitkan buku, yang bahkan sampai 658 halaman. Kita tahu bahwa ada kecenderungan minat baca buku kini mulai menyusut. Contoh yang jelas, beberapa toko buku besar, terkenal dan sudah puluhan tahun beroperasi maka kini terpaksa menutup usahanya. Ini tentu bukan hal yang baik, apalagi kalau kita lihat bahwa di sebagian kota-kota besar dunia maka toko buku tetap eksis melayani pelanggannya. Memang era media sosial punya pengaruh besar dalam berbagai sendi kehidupan, tetapi bagaimanapun membaca buku secara lengkap akan memberi pemahaman yang lebih utuh dan menyeluruh. Dapat dikatakan bahwa bahwa membaca buku adalah komponen amat penting untuk “membangun bangsa cerdas”, sesuai judul buku ini. Mungkin akan baik kalau AIPI membuat kajian khusus tentang minta membaca buku masyarakat kita, dari kacamata analisa ilmiah yang mendalam, serta memberi masukan tentang langkah konkrit yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat baca buku bangsa kita.
Komponen penting untuk kecerdasan tentu adalah kesehatan. Tentang situasi kesehatan di negara kita maka setidaknya ada tiga aspek yang dapat dibahas. Pertama, pernyataan Menteri PPN / Kepala Bappenas pada rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI Juni 2023 yang menyebutkan bahwa 10 indikator RPJMN dalam bidang kesehatan terancam tidak akan tercapai di tahun 2024, salah satu diantaranya adalah tuberkulosis, penyakit yang dibahas dalam tulisan Bachti Alisjahbana “Dikotomi Publik vs Swasta dalam Upaya Pengendalian Tuberkulosis” di buku ini. Beberapa indikator lain yang terancam tidak akan tercapai antara lain adalah angka stunting, eliminasi malaria dan kusta, cakupan imunisasi, terwujudnya fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan penyediaan tenaga kesehatan sesuai standar di Puskesmas. Artinya, kita masih menghadapi masalah-masalah amat mendasar dalam kesehatan bangsa kita, yang perlu ditangani dengan baik. Ke dua, saya beberapa kali diminta ikut partisipasi dalam rapat Bappenas dalam penyusunan indikator dan kegiatan menuju situasi Indonesia Emas 2045. Tulisan Budi Wiweko berjudul “Indonesia Genome Institute (INA GENIUS): Menjawab Peluang dan Tantangan Indonesia 2045 di buku AIPI ini juga membahas aspek kesehatan menjelang Indonesia Emas 2045 ini,kendati yang dibahas dari aspek genomik. Ada juga beberapa tulisan tentang genomik di buku ini, yaitu “Kedokteran Presisi dan Kanker” oleh Sofia Mubarika Haryana dan “Tantangan pada Era Genomik: Profesi dan Pelayanan Genetika di Indonesia” oleh Sultana MH Faradz. Semuanya menunjukkan tentan peran penting genomik dan biomedik dalam ilmu dan pelayanan kesehatan di negara kita, dan juga di dunia. Apa yang perlu disiapkan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 tentunya juga merupakan salah satu topik yang tentu amat menarik bila dapat disajikan pula oleh AIPI. Ke tiga, kita tahu bahwa untuk menyelesaikan masalah kesehatan bangsa maka kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif perlu semua berjalan dengan baik, tidak bisa hanya dengan mengatasi mereka yang sudah jatuh sakit saja. Sudah sejak lama sekali ,dan sampai sekarang, selalu disebut bahwa promotif preventif amat penting, tetapi selalu juga perhatian dan sumber daya lebih banyak diarahkan ke kegiatan kuratif dalam bentuk sepetrti pembangunan rumah sakit serta penanganan mereka yang sudah jatuh sakit. Pola hidup sehat oleh semua anggota masyarakat merupakan salah satu sendi utama terwujudnya kesehatan bangsa, yang pada gilirannya akan berkontribusi amat penting dalam mewujudkan bangsa yang cerdas. Akan penting pula bahwa dalam setiap aspek pembangunan bangsa maka pertimbangan kesehatan perlu jadi perhatian penting, bahkan sebaiknya ke arah pembangunan berwawasan kesehatan. Aspek ini memang tidak secara spesifik dibahas di buku ini, dan akan baik kalau dikaji secara mendalam pula.
Dalam kaitan tentang kesehatan dunia maka tentu berbagai aspek pandemi COVID-19 kini dan masa datang merupakan salah satu topik utama pembangunan kesehatan dunia. Buku “Membangun Bangsa Cerdas” ini memuat tulisan yang berkait dengan COVID-19, walau memang bukan kesehatan, antara lain adalah “Cerdas Mengindustrikan Aneka Ragam Pangan Lokal: Pembelajaran Serius dari Pandemi Covid- 19 dan Perang Rusia-Ukraina” oleh M. Aman Wirakartakusumah & Purwiyatno Hariyadi dari kelompok Ilmu Rekayasa serta “Tsunami Pestisida, Risiko Perubahan Iklim, dan Pandemi Covid-19: Mengapa Memanusiakan Manusia Masih Jauh Panggang dari Api?” oleh Yunita T. Winarto dari kelompok Ilmu Kebudayaan, dan dalam beberapa tulisan lainnya. Ini sedikit banyak menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 memang berdampak amat luas pada berbagai segi kehidupan manusia.
Setidaknya ada tiga hal penting yang kita pelajari dari pandemi COVID-19. Pandemi sebelum COVID-19 adalah karena penyakit Influenza H1N1 pada tahun 2009. Sesudah pandemi H1N1 2009 dinyatakan berhenti oleh WHO pada 2010 maka dunia sebenarnya sudah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi masalah kesehatan mendatang, tetapi ketika datang pandemi COVID-19 di tahun 2020 maka praktis seluruh negara di dunia terdampak hebat, artinya persiapan yang pernah dibuat tidaklah berhasil. Ke dua, kini dengan COVID-19 yang sudah mereda maka kita perlu sadar bahwa pasti akan ada pandemi berikutnya, hanya kita belum tahu kapan akan terjadi dan penyakit apa yang menyebabkannya. Untuk itu maka kita semua perlu sejak sekarang memperbaiki pola kehidupan kesehatan dunia, yang pada Presidensi Indonesia di G20 disebut Presiden Jokowi sebagai tata ulang arsitektur kesehatan global. Dalam konteks ini, membangun bangsa cerdas tentunya punya aspek luas, bukan hanya untuk bangsa kita tetapi juga peran bangsa kita untuk kesehatan dan kesejahteran dunia. Ke tiga, kita memerlukan ketahanan kesehatan yang baik untuk menjalani kehidupan kini, tantangan di waktu mendatang dan juga kemungkinan pandemi berikutnya. Dalam kaitan ketahanan kita secara umum, maka Djoko T. Iskandar menyajikan tulisan “Membina Ketahanan Bangsa Menghadapi Era Globalisasi” di buku ini. Tulisan David Handoyo yang berjudul “Sinergi Penelitian Dasar dan Terapan untuk Membangun Ketahanan Individual dan Komunitas: Penelitian Kesehatan sebagai Model” juga membahas tentang ketahanan kesehatan, dalam kaitannya dengan model penelitian. Saya menutup pembahasan buku “Membangun Bangsa Cerdas” ini dengan konsep “Satu Kesehatan”, atau “One Health”, yang menyelaraskan kesehatan manusia, kesehatan hewan, tanaman dan kesehatan lingkungan. Ada beberapa tulisan di buku ini yang berkaitan dengan hal ini, yang di kelompok ilmu Pengetahuan Dasar antara lain adalah “Pengaderan Perekayasa, Inovator, dan Inventor Pengembang Keanekaragaman Hayati” oleh Mien A. Rifai, juga “Keanekaragaman Hayati Alternatif bagi Indonesia Keluar dari Krisis Multidimensi” oleh Endang Sukara serta “Pariwisata Alam Hidupan Liar: Menyinergikan Pelestarikan Spesies dan Pemberdayaan Ekonomi” oleh Jatna Supriatna. Dari aspek lain, kendati kita belum tahu apa penyakit yang akan menjadi biang keladi pandemi berikut tetapi penyakit “zoonoisis” dari hewan ke manusia diperkirakan salah satu kemungkinannya, atau setidaknya penyebab wabah lokal mendatang. dan ini menjadi salah satu alasan pula perlunya penyelarasan aspek kesehatan manusia, hewan, tanaman dan lingkungan Dalam hal “Satu Kesehatan” ini maka ketika Indonesia memegang Presidensi G20 di tahun 2022 maka kita menghasilkan “The Lombok G20 One Health Policy Brief”, sementara dalam Keketuaan ASEAN 2023 ini kita menginisiasi dan mengkoordinasikan dilahirkannya “ASEAN Leaders Declaration on One Health Initiative”. Kepeloporan kita di tingkat global dan regional ini tentu perlu secara nyata diwujudkan juga di dalam negeri, demi bangsa yang cerdas dan sehat.
(Artikel ini sudah dimuat di koran Rakyat Merdeka, 8 November 2023)
Prof Tjandra Yoga Aditama
Penulis Direktur Pascasarjana Universitas YARSI