Jakarta–11 Juli 2024, bertempat di Ruang Pertemuan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Puri
Imperium Office Plaza digelar sebuah seminar penting bertajuk “Hak Cipta dan Perpustakaan.” Acara
ini dimulai pukul 09.00 dan berlangsung hingga selesai.
Kegiatan tersebut menghadirkan beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya masing-masing,
antara lain, Kartini Nurdin dan Muhammad Faiz Aziz.
Kartini Nurdin membahas peran penting buku dan karya cipta sebagai bentuk kreatif yang masih
kurang mendapatkan penghargaan yang layak. Ia menekankan perlunya upaya nyata untuk melindungi
karya cipta, yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan tentang hak cipta di Indonesia.
Kartini juga memperkenalkan Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI), sebuah Lembaga
Manajemen Kolektif di bidang karya literasi yang berdiri pada 19 Agustus 2016.
Visi PRCI adalah menjadi lembaga dengan komitmen tinggi dalam perlindungan hak cipta bagi
pencipta, pemegang hak cipta, serta penerbit di bidang literasi, baik dalam lingkup nasional maupun
internasional. Misi PRCI meliputi:
- Memajukan, mempromosikan, dan melindungi hak cipta.
- Menegakkan integritas, meningkatkan kreativitas, solidaritas, dan kualitas pencipta serta penerbit.
- Memfasilitasi masyarakat dalam upaya penggandaan hak cipta secara legal.
Kartini juga menjelaskan tentang Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2024, yang mengatur pengelolaan royalti atas lisensi penggunaan
sekunder untuk hak cipta buku dan karya tulis lainnya.
Sementara, Muhammad Faiz Aziz membahas prioritas penyelesaian sengketa hak cipta melalui
mediasi sebelum mengajukan tuntutan pidana, kecuali dalam kasus pembajakan. Ia menjelaskan alur
pengelolaan penyelesaian sengketa alternatif yang difasilitasi oleh DJKI, yang meliputi:
- Pengajuan permohonan mediasi.
- Pemeriksaan kelengkapan berkas mediasi.
- Penunjukkan mediator.
- Pra mediasi.
- Mediasi.
Faiz juga menyebutkan peran Pengadilan Niaga dalam mengeluarkan penetapan sementara untuk
mencegah masuknya barang yang melanggar hak cipta, menarik dari peredaran, menyita barang
sebagai alat bukti, dan menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian lebih besar. Ia
menekankan pentingnya pematuhan hak cipta melalui pemahaman, kebijakan dan prosedur, koleksi
yang legal, edukasi pengguna, kerjasama, serta monitoring dan evaluasi.
Narasumber lain, Ignatius MT Silalahi menjelaskan tentang perpustakaan berdasarkan UU Nomor 43
Tahun 2007, sebagai institusi yang mengelola koleksi karya tulis, cetak, dan rekam secara profesional.
Ia juga membahas tentang arsip menurut UU Nomor 43 Tahun 2009, yang merupakan rekaman
kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media.
Ia menekankan korelasi antara perpustakaan dan arsip dengan kekayaan intelektual, mencakup hak
cipta, desain industri, merek, indikasi geografis, paten, desain tata letak sirkuit terpadu, dan rahasia
dagang.
Ignatius juga menguraikan Pasal 40 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang mencakup
berbagai bentuk ciptaan yang dilindungi. Ia menjelaskan bentuk perbuatan hukum perpustakaan
terkait hak cipta, seperti pengunggahan ke situs/platform tidak resmi dan penerjemahan tidak resmi.
Ignatius menyoroti pentingnya pembatasan hak cipta sesuai Pasal 26 dan 47 UU Hak Cipta, serta
proses pengajuan lisensi wajib untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan
penelitian dan pengembangan kepada Menteri, sebagaimana diatur dalam Pasal 85 UU Hak Cipta.
Pada penutupnya, Ignatius menegaskan bahwa perpustakaan dan lembaga kearsipan adalah rekan
Kementerian Hukum dan HAM RI dalam menjaga dan menghormati pelindungan hak cipta.
Seminar ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Universitas YARSI, yaitu Mita Permoni Suci dan Liana
Andam Dewi dari perpustakaan. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan dan komitmen
Universitas YARSI terhadap pentingnya pemahaman dan pematuhan hak cipta dalam dunia akademik
dan literasi. (Zuhri)